Jumat, 19 Februari 2010

Splicer

BAB III

METODOLOGI PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Gambar Perancangan

Oval: Persipan Contoh UjiGambar perancangan bertujuan untuk mendeskrifsikan prosedur kerja yang dilaksanakan dalam penelitian atau trial sample sebagai pedoman sistematis untuk mencapai sasaran objektif penelitian dengan tepat dan baik.


Gambar 3.1 Perancangan Penelitian

3.2 Penyambungan Benang

Dalam proses penyambungan benang pada splicer di mesin winding sering terjadi abnormal yaitu terlalu rendahnya kekuatan sambungan yang dikarenakan ketidaksesuaian antara setting splicer dengan nomor benang yang sedang diproses di mesin winding, hal ini memaksa pihak industri untuk melakukan eksperimen-eksperimen guna mendapatkan hasil sambungan splicer yang mempunyai kekuatan yang optimal mendekati kekuatan benang normal tanpa sambungan.

Proses penyambungan yang menghasilkan kekuatan sambungan optimal terjadi jika udara yang digunakan mempunyai tekanan 10 Atm atau 10 cmHg, dan chamber yang sesuai dengan arah twist benang, serta memiliki setting yang sesuai dengan nomer benang yang diproses di mesin winding.

3.2.1 Proses Penyambungan Benang

Benang setelah dalam bobbin tray ujung benangnya dihisap oleh suction pipe, yang secara bersamaan suction mouth bergerak ke atas dan mengambil benang yang ada pada cone drum yang secara otomatis berputar terbalik, hal ini dimasudkan agar ujung benang yang ada pada cone dapat dengan cepat terhisap oleh suction mouth. Setelah ujung benang terhisap oleh suction mouth, suction mouth akan bergerak ke bawah membawa benang melewati yarn clearer dan splicer. Pada saat yang bersamaan suction pipe bergerak ke atas membawa benang melewati pre cleaner dan tensor, sehingga benang saling bersilangan pada splicer.

Pada saat benang bersilangan tersebut, ujung-ujung benang akan dipotong oleh cutter dan disambung oleh splicer. Pada splicer ini ujung benang disemprot udara yang mempunyai tekanan yang tinggi, sehingga ujung benang terurai. Setelah ujung benang terurai, ujung benang disatukan dan diberi hembusan udara bertekanan tinggi sesuai arah twist benang yang disambung. Maka dari itu penggunaan chamber sangat perlu diperhatikan mengingat pentingnya kegunaan chamber tersebut, karena jika salah dalam penggunaan chamber maka benang yang disambung akan mempunyai titik rapuh yang disebabkan benang yang disambung tidak mempunyai twist.

Proses penyambungan di splicer ini akan berjalan tiga kali secara otomatis dan jika setelah tiga kali penyambungan benang masih belum tersambung maka lampu merah akan menyala dan ini merupakan tanda jika mesin berhenti beroperasi. Dan untuk menjalankannya kembali harus dilakukan secara manual dengan memencet tombol power on pada drum yang mati tersebut.

3.2.2 Splicer

Seperti telah dijelaskan pada bab terdahulu bahwa fungsi splicer dalam proses pembuatan benang, dalam hal ini adalah pada mesin winding adalah sebagai alat penyambung benang. Splicer terdiri dari berbagai bagian yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda, yang merupakan bagian yang penting dari splicer adalah chamber. Chamber yang sering digunakan ada dua jenis yaitu chamber yang dipakai pada proses penyambungan benang dengan twist S chamber ini diberi code 39 dan chamber yang dipakai pada proses penyambungan benang dengan twist Z dengan code 40.

Picture4

Gambar 3.2 Chamber 39

Picture3

Gambar 3.3 Chamber 40

Oval: aOval: cOval: bPicture2

Gambar 3.4 Bagian Splicer

Keterangan gambar:

a. Cutter atas

b. Chamber

c. Cutter bawah

Fungsi masing-masing bagian:

a. Cutter atas berfungsi untuk memotong benang yang diambil oleh suction pipe setelah melewati bagian chamber.

b. Chamber berfungsi sebagai tempat terjadinya proses penyambungan benang pada splicer.

c. Cutter bawah berfungsi untuk memotong benang yang diambil oleh suction mouth setelah melewati bagian chamber.

3.3 Persiapan Bahan Baku

Sebelum mengadakan penelitian terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan baku benang hasil produksi mesin ring frame dengan menguji kualitas benang tersebut yang meliputi pengujian nomer benang, pengujian persentase campuran dan kekuatan benang tersebut.

3.3.1 Pengujian nomer benang

a. Kondisi ruang pengujian

- suhu : 27 ± 2ºC

- RH (Relative Humidity) : 65 ± 2 %

b. Alat pengujian

1. Wrapping Block

- Merek : Zwigle

- Tahun pembuatan : 1997

- Manufacture : Switzerland

- Keliling : 1,5 yard

2. Neraca Analistik

- Merek : Mettler Toledo

- Tipe : PM 846

- Tahun pembuatan : 2001

- Manufacture : Switzerland

- ketelitian : 0,01 grain

c. Cara pengujian

Benang yang telah disiapkan sebanyak 10 buah yang kemudin setiap ujung benangnya dihantarkan pada pengantar (semacam lappet) yang kemudian diikatkan pada salah satu lengan reeling, setelah itu tekan tombol star untuk memulai penggulungan pada reeling dan secara otomatis benang digulung pada kincir penggulungan sebanyak 80 kali putaran dengan panjang 120 yards, kemudian setiap benang yang telah digulung tersebut ditimbang satu persatu pada neraca analistik sehingga diketahui beratnya dalam satuan grain.

Perhitungan nomer benang tersebut menggunakan rumus

120 yards X 7000 grain (Lbs)

Ne1 =--------------------------------------------------

840 yard (Hank) X berat benang (grain)


3.3.2 Pengujian Persentase Campuran

a. Kondisi ruang pengujian

- Suhu : 27 ± 2ºC

- RH (Relative Humidity) : 65 ± 2 %

b. Alat dan bahan pengujian

- Laruatan asam sulfat

- Becker glass

- Neraca analistik

c. Cara pengujian

Benang hasil mesin ring frame diambil dan ditimbang dengan berat 10 gram sebanyak 10 contoh uji. Gumpalan-gumpalan benang tersebut satu-persatu diuji. Yaitu dengan memasukkan gumpalan benang tersebut ke dalam larutan asam sulfat mendidih dengan persentase tertentu yang berfungsi untuk melarutkan material rayon dari benang, sehingga hanya tersisa material tetoron atau polyester. Setelah 10 menit gumpalan benang tersebut diambil dan dicuci dengan air bersih. Setelah dicuci gumpalan benang tersebut dikeringkan. Setelah kering, kemudian gumpalan benang tersebut ditimbang kembali untuk mengetahui berat setelah proses pelarutan material rayon dari gumpalan benang.

3.3.3 Pengujian Kekuatan Tarik Benang

a. Kondisi ruang pengujian

- suhu : 27 ± 2ºC

- RH (Relative Humidity) : 65 ± 2 %

b. Alat pengujian

Single yarn strength tester

- Merek : Uster Tensor Rapid

- Tipe : UTR 3

- Tahun : 1998

c. Cara pengujian

Gulungan-gulungan benang disusun dalam rak yang telah tersedia, kemudian ujung benang dilewatkan dalam pengantar yang kemudian dilewatkan pada lappet (ekor babi) yang paling atas. Setelah itu ujung benang dilewatkan pada guide roll yang posisinya berada paling atas yang berjumlah dua buah. Demikian juga halnya untuk gulungan benang yang kedua dilewatkan pada lappet dan guide roll yang kedua dan seterusnya. Ujung benang yang pertama akan diambil oleh lengan mekanik dari strength tester tersebut dan dilewatkan pada penjepit atas dan penjepit bawah. Setelah terjepit oleh penjepit, penjepit bawah akan menarik benang sampai putus. Hasil dari pengujian akan tersimpan dalam computer yang kemudian akan dicetak setelah pengujian selesai. Pengujian untuk masing-masing benang dilakukan sebanyak 20 kali. Setelah pengujian untuk benang pertama selesai, lappet dan guide roll akan berputar ke atas agar benang kedua dapat diambil dan ditarik oleh lengan mekanik. Setelah ujung benang kedua ditarik oleh lengan mekanik, pengujian untuk benang keduapun dimulai dan seterusnya.

Oval: iOval: hOval: gOval: fOval: eOval: dOval: cOval: bOval: a

Gambar 3.5 Single Yarn Strength Tester

Keterangan gambar

a. Gulugan benang

b. Rak benang

c. Lappet

d. Guide roll

e. Guide roll

f. Lengan mekanik

g. Penjepit atas

h. Penjepit bawah

i. penghisap

3.4 Persiapan Mesin

Mesin winding yan digunakan adalah mesin yang mempunyai splicer yang yang memiliki setting splicer bervariasi. Dimana komponen-komponen lain baik yang kecil maupun besar dalam keadaan standar. Mesin untuk penelitian adalah mesin winding yang baru menjalani scouring, dengan kata lain mesin tersebut telah dibersihkan secara menyeluruh dan telah dilakukan pengecekan serta tindakan pemeliharaan lainnya dengan maksud diharapkan penelitian ini tidak dipengaruhi oleh kondisi mesin yang kurang baik.

Adapun mesin winding yang digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut:

Merek : SAVIO

Type : ESPERO II

Tahun pembuatan : 1997

Tempat pembuatan : Italy

Mesin test : Mesin no. 23

Jumlah drum : 36 drum

Drum test : Drum nomer 1

Drum speed : 1200 mpm

System doffing : auto doffer

Merek splicer : Mesdan

Tipe splicer : 1409 OL

Buatan : Italy

Chamber Splicer : Chamber 40

Count / material : 30s / Tetoron Rayon (tetoron 65% / rayon

35%)

Spesifikasi serat : Tetoron dari indonesia toray sintetics

1,3 denier X 44 mm

: Rayon dari indobharat rayon

1,5 denier X 44 mm

Tipe twist : Z

3.5 Penelitian Proses Produksi

Penelitian yang dilakukan sebanyak 6 kali percobaan dengan melakukan pergantian setting yang berbeda pada splicer, yaitu:

1. Percobaan pertama dilakukan pada benang normal tanpa sambungan, dengan tekanan udara 10 atm dan chamber 40.

2. Percobaan kedua dilakukan pada sambungan benang dengan setting 3-5-2, dengan tekanan udara dan chamber yang sama.

3. Percobaan ketiga dilakukan pada sambungan benang dengan setting 3-5-3, dengan tekanan udara dan chamber yang sama.

4. Percobaan ketiga dilakukan pada sambungan benang dengan setting 3-5-4, dengan tekanan udara dan chamber yang sama.

5. Percobaan ketiga dilakukan pada sambungan benang dengan setting 3-5-5, dengan tekanan udara dan chamber yang sama.

6. Percobaan ketiga dilakukan pada sambungan benang dengan setting 3-5-6, dengan tekanan udara dan chamber yang sama.

Sebelum penelitian proses produksi dilakukan di mesin winding, terlebih dahulu kita tentukan langkah-langkah penelitiannya. Adapun langkah-langkah penelitiannya adalah:

1. Menentukan mesin yang mana yang akan dijadikan untuk penelitian, mesin yang digunakan untuk penelitian adalah mesin nomor 23 dengan spesifikasi seperti telah disebutkan di atas.

2. Menentukan nomer drum yang akan digunakan untuk penelitian, nomer drum yang digunakan untuk penelitian adalah drum nomer 1.

3. Memasang benang single hasil mesin ring frame pada bobbin tray.

4. Memberikan gulungan awal pada cones agar mesin dapat dioperasikan.

5. Memotong benang secara manual agar splicer dapat melakukan penyambungan pada benang yang dipotong tersebut.

6. Mematikan mesin setelah splicer berhasil melakukan penyambungan pada benang tersebut.

7. Mengambil benang hasil dari penyambungan splicer untuk dicek kekuatannya menggunakan splice scanner.

8. Menjalankan mesin kembali agar splicer dapat melakukan penyambungan lagi dan mematikan mesin kembali untuk dicek hasil sambungannya.

3.6 Pengujian Sampel

Uji sample dilakukan pada sambungan benang yang dikelompokkan berdasarkan setting slicernya. Yang dilakukan di tempat produksi.

Pengujian kekuatan sambungan benang.

a. Kondisi ruang pengujian

- suhu : 27 ± 2º C

- RH (relative humidity) : 65 ± 2 %

b. Alat pengujian

- Merek : Mesdan

- Tipe : Splice Scanner 2

- Buatan : Itali

c. Cara pengujian

Benang yang telah tersambung oleh splicer diambil dengan cara mematikan mesin, dan menarik benang tersebut dan meletakan benang tersbut pada penjepit yang ada pada splice scanner, setelah benang terjepit oleh penjepit splicer scanner, kemudian menekan tombol start untuk menjalankan splice scanner tersebut. Hasil dari alat splice scanner tersimpan dan setelah selesai pengujian akan dicetak menggunakan printer.

3.7 Analisa Data

Analisa atau pengolahan data bertujuan unutk dapat memberikan kesimpulan mengenai pengaruh Pengaruh setting splicer terhadap kekuatan sambungan benang Ne1 30s tetoron/rayon 65%/35% di PT. Elegant Textile Industry”.

Metode statistik digunakan untuk penyajian dan penafsiran hasil yang belum dapat ditentukan sebelumnya yang muncul dalam penelitian yang dirancang atau penelitian ilmiah. Pengukuran dalam metode satatistik berbentuk bilangan atas dasar informasi yang didapat, dicatat dan dikumpulkan dari hasil suatu penelitian.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode desain acak sempurna, model tetap yang diambil dari satu factor. Factor tersebut adalah variasi setting splicer. Untuk itu dalam menganalisa data penulis menggunakan metode-metode perhitungan dasar, sebagai berikut:

1. Nilai Rata-Rata (Mean)

n

x1

_ i = 1

x =--------------

n

Nilai rata-rata (Mean) adalah nilai hasil pembagian antara jumlah nilai penelitian dengan banyaknya penelitian.

Keterangan rumus:

_

x = nilai rata-rata

x1 = nilai penelitian ke 1

n = banyaknya penelitian

2. Simpangan Baku (Standar Deviasi)

n _

x1 ( x-x)²

i = 1

Sd = ------------------------

n-1

Text Box: √Simpangan baku (Standar Deviasi) adalah jarak satu satuan data pada kelompok atau hasil akar kuadrat dari pembagian anatara jumlah kuadrat selisih nilai penelitian dan nilai rata-rata dengan banyaknya penelitian dikurangi satu.

Keterangan rumus:

_

x = nilai rata-rata

xi = nilai penelitian ke i

n = banyaknya penelitian

S = simpangan baku

3. Koefisien Variasi (CV%)

Koefisien variasi adalah persentase besaran variasi hasil bagi antara simpangan baku dengan nilai rata-ratanya.


Keterangan rumus:

_

x = nilai rata-rata

CV% = koefisien variasi

S = simpangan baku

4. Error atau kesalahan


Keterangan rumus:

n = banyaknya penelitian

x = nilai masing-masing sample

E = sample error

t = signifikasi level 95% dengan t = 1.96

5. Regresi

Regresi adalah hubungan antar variable-variable untuk menafsirkan nilai suatu variable dari harga variable lain yang diketahui.

Y= A + Bx


Keterangan rumus

Y = Variabel terikat

X = Variabel bebas

A,B = Koefisien regresi

6. Korelasi

Korelasi menjelaskan derajat hubungan antara variable bebas dengan variable terikat atau x dengan y. Derajat hubungan variable x dengan y diukur oleh nilai koefisien korelasi yang dinyatakan deangan symbol r.

A

R =-----------

B


Keterangan rumus

R = Korelasi

A = n Σxy – Σx.Σy

B = √{nΣx²- (Σx)²} {nΣy²- (Σy)²}

7. Hipotesis

Uji hipotesis pada data ini menggunakan uji t. uji hipotesis menggunakan derajat kebenaran (a) = 0,05 dengan ketentuan hipotesis adalah:

· Ho = t hitung table

Kesimpulan : Ho diterima maka secara bersamaan tidak terdapat hubungan yang signifikan diantara kedua variable tersebut.

· Ho = t hitung > t table

Kesimpulan : Ho ditolak maka secara bersamaan terdapat hubungan yang signifikan antara variable tersebut.